Senin, 11 Januari 2016

DISPERSI

 DISPERSI
A.      Pengertian Dispersi
Dispersi adalah peristiwa penguraian sinar cahaya yang merupakan campuran beberapa panjang gelombang menjadi komponen-komponennya karena pembiasan.Dispersi terjadi akibat perbedaan deviasi untuk setiap panjang gelombang, yang disebabkan oleh perbedaan kelajuan masing-masing gelombang pada saat melewati medium pembias. Apabila sinar cahaya putih jatuh pada salah satu sisi prisma, cahaya putih tersebut akan terurai menjadi komponen-komponennya dan spektrum lengkap cahaya tampak akan terlihat.[1]
B.       Hukum Snellius Pembiasan dan Indeks Bias
Kelajuan gem (termasuk di dalam cahaya) ketika di vakum, sesuai dengan persamaan Max Well, adalah
 Jadikan gambar sebaris 
Nilai kelajuan itu berbeda pada medium yang berbeda. Untuk benda bening berpermeabilitas magnet µ (=ĸmµo)dan di vakum µo, permitivitas listrik Ɛ (=ĸƐo)dan di vakum Ɛo pada tetapan dielektrik ĸ dan tetapan permeabilitas magnet ĸmmaka kelajuan cahaya (v) di medium itu menjadi :
Jadikan gambar sebaris
Didefinisikan adanya parameter baru yaitu indeks bias (n) sebagai hasil perbandingan antara kelajuan cahaya di vakum (c) dengan ketika di medium bening yang lain (v) yaitu
                                       Jadikan gambar sebaris                                           
 dimana 
    Jadikan gambar sebaris
Biasanya medium bening yang berperan sebagai pembias memiliki ĸm1, kecuali untuk bahan feromagnet, misalnya : besi, tembaga, dan sejumlah logam lainnya. Artinya, untuk bahan non feromagnetik, tetapan  dielektrikĸ memenuhi :
Jadikan gambar sebaris       
Kenyataan menunjukkan bahwa ĸ bergantung pada frekuensi medan listrik yang terdapat pada cahaya sebagai gem. Persamaan (10.2) dan (10.4) menunjukkan adanya hubungan antara panjang gelombang (λ) denga frekuensi (v) sebagai 
     Jadikan gambar sebaris
      Jika cahaya dan udara jatuh di medium air yang beindeks bias 1,33, maka kelajuan cahaya menurun dengan faktor 1,33. Perambatan gelombang itu memiliki frekuensi yang tetap, walaupun v dan λ berubah. Bila gem jatuh di sebuah medium maka medan listrik dari gem berinteraksi dengan atom-atom medium, sehingga atom-atom bergerak dipercepat. Terdapat superposisi medan listrik di medium yang berasal dari cahaya (gem) dan dari atom-atom medium yang bergerak dipercepat. Hasil superposisi itu menyebabkan kelajuan dan arah penjalaran gem berubah
Jadikan gambar sebaris
Gambar 10.7 Lintasan muka gelombang primer dan sekunder pada peristiwa pembiasan.
Menurut pandangan huygens peristiwa pembiasan itu dapat dilukiskan oleh Gambar 10.7. Muka gelombang primer jatuh di permukaan P dan setiap ∆t membentuk muka gelombang sekunder dengan jejari (bila berada di vakum atau medium udara) c ∆t. Setelah di P juga membentuk muka gelombang baru di medium pembias pada kelajuan v (= c/n) sehingga dalam selang waktu ∆t memberikan radius c∆t/n .Muka gelombang sekunder P’ (di vakum atau udara), dan Q’ ketika di medium pembias.
Jadikan gambar sebaris
Gambar 10.8 Bagan pembentukan sudut datang dan sudut bias.
Gambar 10.8 memperlihatkan bahwa sudut datang Ɵ (=Ɵ1) dan sudut bias n, memenuhi persamaan : sin Ɵ = c∆t/PP ; sin Ɵ’ = c∆t/n/PP, sehingga untuk medium pertama (vakum atau udara ) dipenuhi kaitan :
sin Ɵ = nsin Ɵ2                          
Untuk medium pertama berindeks bias n1, dan n2 pada medium yang ke 2 sehingga berlaku hukum pembiasan :
n1 sin Ɵ1 = n2 sin Ɵ2                    
 Persamaan (10.7a) merupakan hukum snellius untuk pembiasan.Biasanya sudut datang (Ɵ1) dilambangkan i, dan sudut bias (Ɵ2) dilambangkan r sehingga persamaan (10.7a) dapat ditulis pula[2] :
n1 sin i = n2 sin r                         
 Dengan beberapa pengecualian maka kecepatan cahaya dalam suatu zat perantara, yang akan dinyatakan dengan v, lebih kecil daripada kecepatan dalam ruang bebas. Selanjutnya, kecepatan cahaya dalam zat perantara berbeda untuk panjang gelombang yang berlainan, Sedangkan dalam ruang hampa cahaya yang panjang gelombangnya berlainan merambata denga kecepatan yang sama. Efek ini dikenal dengan nama “dispersi”. Perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruangan hampa dengan kecepatan cahaya yang panjang gelombangnya tertentu dalam suatu zat perantara disebut “indeks bias” dari zat perantara itu untuk suatu panjang gelombang tertentu. Indeks bias itu kita nyatakan dengan n, indeks bias untuk panjang gelombang tertentu.
TABEL 39-1
INDEKS BIAS
          (Untuk cahaya dengan panjang gelombang 589 m )
Gelas
1,46 – 1,95
Kristal kakspat (CaCO3)
1,658
Quartz (Si O2)
1,544
Garam dapur (Na Cl)
1,544
Fluorite (Ca Fa)
1,434
Carbon disulfide
1,629
Ethyl alcohol
1,361
Air
1,3333
Jika tidak dinyatakan dengan panjang gelombangnya, maka indeks bias itu biasanya dinyatakan untuk cahaya kuning dari nyala natrium yang panjang gelombangnya 589 m . Indeks bias itu merupakan bilangan asli (perbandingan antara dua kecepatan) dan biasanya lebih besar dari satu.
n = c/v                        
 Kecepatan cahaya dalam gas hampir sama dengan kecepatan cahaya dalam ruangan hampa dan dispersinya kecil. Sebagai contoh, indeks bias udara pada keadaan standar, untuk cahaya ungu yang panjang gelombangnya 436 m , ialah 1,0002957; sedangkan untuk cahaya merang yang panjang gelombangnya 656 m , indeks biasnya ialah 1,0002914. Berhubung dengan kenyataan diatas maka kecepatan cahaya dalam udara dapat disamakan denga kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan indeks bias udara dapat dimisalkan sama dengan satu. indeks bias gas bertambah secara uniform sesuai dengan bertambahnya kerapatan gas itu.
Biasanya indeks bias gelas yang digunakan untuk alat-alat optik terletak antara 1,46 dan 1,96, sedikit sekali zat perantara yang mempunyai indeks bias lebih besar dari harga ini, diantaranya adalah intan yang angka biasnya 2,42 dan rutile (synthetic crystalline titanium dioxide) dengan angka bias 2,7.[3]
C. Sudut Kritis
Ada dua macam sudut kritis, yaitu a) sudut datang kritis, bila sudut bias 90o,
b) sudut bias kritis, bila sudut datang 90o
Jadikan gambar sebaris         Jadikan gambar sebaris 
Gambar 5.11
a. Sudut datang dari sinar datang ke 3 adalah sudut datang kritis
b. Sudut bias dari sinar bias ke 3 adalah sudut bias kritis
Pada Gambar 5.11a, sinar datang dari medium optis lebih rapat (n) ke medium optis kurang rapat (n’), n>n’. Sinar datang pada sudut i >ikr, maka tidak akan dibiaskan lagi. Oleh karena itu terjadilah pantulan sempurna.
Jadikan gambar sebaris
Jika digunakan prinsip balik cahaya pada Gambar 5.11a, yaitu sinar bias ketiga menjadi sinar datang, maka sinar datang ketiga menjadi sinar bias. Hal tersebut sama dengan yang terjadi pada Gambar 5.11b.
Perhatikan Gambar 5.11b. tiga buah sinar datang dari media optis kurang rapat (n’) dengan berbagai sudut datang dibiaskan dengan tiga buah sudut bias yang berbeda. Sinar datang ketiga pada sudut datang 90o menghasilkan sudut bias r’kr yang merupakan sudut bias terbesar.[4]
 Jadikan gambar sebaris
D. Pantulan Sempurna
Gambar (40.6) menunjukan sejumlah sinar yang berpencar dari titik sumber p dalam medium yang punya indeks bias n dan mengenai permukaan medium kedua yang indeks biasnya n, disini n>n. berdasarkan hukum snellius: 
Jadikan gambar sebaris
Gb 40-6. Pemantulan sempurna. Sudut datang , yang menyebabkan sudut  bias 90 , disebut sudut kritik.
                                                          Jadikan gambar sebaris

Karena n/n lebih besar dari satu, maka sin lebih besar dari pada sin  dan sudah terang sama dengan satu (artinya = 90 ) untuk sudut  kurang dari 90 . Ini dilukiskan dalam diagram dengan sinar ketiga yang menjalar-jalar pada bidang batas dengan sudut bias 90 . Sudut datang untuk mana sinar biasanya menyinggung permukaan disebut sudut kritis dan pada diagram dinyatakan dengan c. jika sudut datang lebih besar daripada sudut kritis, maka sinus sudut bias yang dihitung berdasarkan hokum snellius,adalah lebih besar dari satu. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa bila sudut kritis terlampaui, sinar tidak akan kemedium yang sebelah atas, tetapi akan dipantulkan sempurna pada bidang batas. Pemantulan sempurna hanya dapat terjadi bila suatu sinyal menumbuk pada permukaan suatu medium yang indeks biasnya lebih kecil daripada indeks bias medium dimana sinar itu bergerak.
Jadikan gambar sebaris


Jadikan gambar sebaris                         

Sedangkan permukaan-permukaan logam tak ada yang memantulkan 100  dari cahaya yang datang padanya; dan kedua, sifat-sifat pemantulan prisma itu permanen, takkan kabur-kabur. Hanya ada kehilangan cahaya sedikit akibat pemantulan pada permukaan tempat cahaya itu masuk dan keluar dari prisma, tetapi baru-baru ini ditemukan suatu cara melapisi permukaan-permukaan itu dengan apa yang disebut nonreflecting yang dapat memperkecil kerugian cahaya itu.

Jadikan gambar sebaris
Refraksi oleh permukaan datar
Jika sinar dibiaskan oleh permukaan batas antara dua media, maka berlaku Hukum Snellius. Jika sinar jatuh pada keping sejajar dari bahan transparan, misalnya gelas, maka setelah keluar dari keping jalan sinar akan
 Jadikan gambar sebaris 
sejajar dengan sinar datang tetapi bergeser pada jarak tertentu terhadap sinar datang (d), lihat Bab 2
2)      Pemantulan Pada Prisma
Cahaya yang jatuh pada permukaan pertama prisma akan mengalami dispersi atau penguraian warna sehingga terbentuk spektrum di dalam prisma maupun setelah dibiaskan oleh permukaaan kedua. Oleh karena Jadikan gambar sebaris
 
Jadikan gambar sebaris
 
 Jadikan gambar sebaris




DAFTAR PUSTAKA
Jati, Bambang Murdaka Eka & Tri Kuntoro Priyambodo., 2010, Fisika Dasar: Listrik-Magnet, Optika, Fisika Modern untuk Mahasiswa Ilmu-Ilmu Eksakta & Teknik, Yogyakarta : ANDI OFFSET.
Sarojo, Ganijanti Aby. 2011. Gelombang dan Optika. Jakarta: Salemba Teknika.
Sears, Francisweston dan Mark W. Zemansky. 1972. FISIKA UNTUK UNIVERSITAS. Jakarta: Binacipta.
Suwarna, Iwan Permana. 2014. Teori dan Aplikasi: Getaran dan Gelombang, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


[1]Iwan Permana Suwarna, Teori dan Aplikasi: Getaran dan Gelombang(Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) h.
[2]Bambang Murdaka Eka Jati, FISIKA DASAR: Listrik Magnet, Optika, Fisika Modern (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2010), h. 188-191.
[3]Francisweston Sears dan Mark W. Zemansky, FISIKA UNTUK UNIVERSITAS (Jakarta: Binacipta, 1972), h. 7
[4]Ganijanti Aby Sarojo, Gelombang dan Optika (Jakarta: Salemba Teknika, 2011), h. 276
[5]Francisweston Sears dan Mark W. Zemansky, FISIKA UNTUK UNIVERSITAS (Jakarta: Binacipta, 1972), h. 751-753
[6]Ganijanti Aby Sarojo, Gelombang dan Optika (Jakarta: Salemba Teknika, 2011), h. 272-275
[7]Ibid, h. 303-306

Tidak ada komentar:

Posting Komentar